Kota memang memberi utopia dan janji indah tapi melenakan dan melengahkan. Kota sebagai ruang hidup adalah ruang kompetisi, konfrontasi, dan konflik.
Masyarakat pada umumnya saat ini mengakui identitas mereka sebagai warga kota yang cenderung bergaya hidup lebih moderen. Sikap individualisme seakan sebagai ciri khasyang hampir dimiliki oleh setiap warga kota, sehingga sikap itulah yang selama ini menjadi perbedaan yang sangat menonjol antara warga kota dengan warga desa. Kebiasaan hidup yang selalu konsumtif dan belum memaksimalkan sikap produktif menyebabakan masyarakat kota lebih pemalas dan boros.
Pemerintah banyak membangun sarana-sarana dan fasilitas-fasilitas umum yang ditujukan untuk kepentingan bersama, tetapi alangkah mirirsnya justru fasilitas tersebut banyak yang tidak layak karena dirusak oleh ulah manusia itu sendiri. Pemerintah telah mengeluarkan dana yang besar untuk pembangunan fasilitas umum, padahal dana itu sendiri berasal dari pajak-pajak yang dibayar oleh kita. Ketidak pedulian untuk menjaga dan merawat fasilitas umum mengakibatkan uang kita terbuang percuma.
Namun yang sangat disayangkan, pemerintah sendiri justru saat ini lebih banyak memburu masyarakat kecil dengan menggusur pasar-pasar tradisional sebagai salah satu mata pencaharian masyarakat tingkat menengah kebawah, dengan dalih untuk membangun ruang hijau di kota. Tetapi kenapa gedung-gedung besar yang banyak dijadikan pusat-pusat perbelanjaan modern yang juga ikut andil dalam mempersempit ruang hijau dibiarkan masih tegap berdiri dan justrumungkin lebih banyak lagi yang akan dibangun. Moral membodohi masyarakat yang lemah itu juga sebagai bukti lemahnya pemerintah yang belum siap bermoral kota.
DKI Jakarta yaitu ibu kota Negara Indonesia yang notabene memiliki penduduk yang sangat padat dan sebagai pusat kegiatan ekonomi, malah saat ini menjadi salah satu contoh kota yang tercitra buruk. Perkembangan kotaJakarta di berbagai sektor pembangunan yang begitu pesat, dan besarnya arus urbanisasi menyebabkan Jakarta menghadapi problematika yang sangat rumityaitu keterbatasan lahan yang tersedia dan timbulnya limbah sebagai akibat kegiatan kehiduan.
Permasalahan kebersihan dan pencemaran lingkungan adalah momok yang selama ini tetap belum bisa teratasi oleh masyarakat kotaJakarta. Adapun kendala atau permasalahan yang timbul dalam penanganan kebersihan antara lain produksi sampah yang tidak pernah habis, sedangkan jumlah lokasi pemusnahan akhir sampah dan sarana tempat pembuangan sampah yang masih terbatas; dan juga peran serta atau kesadarandan disiplin masyarakat dalam penaganan kebersihan masih kurang. Pencemaran adalah suatu perubahan alam yang menimbulkan kerugian bagi makhluk hidup yang sedikit banyak disebabkan oleh aktifitas manusia yang kurang bertanggung jawab. Padahal lingkungan alam yang bersih dan segar memberikan jaminan kesehatan bagi masyarakat itu sendiri.
Penyampaian bahasa juga salah satu masalah yang rentan pada masyrakat kota. Sebagai contoh berdemonstrasi menyampaikan tuntutan dan aspirasinya adalah hak setiap orang yang mesti diperjuangkan. Namun penyampaian itu hendaknya disampaikan secara beretika. Aksi-aksi jangan seakan membenarkan atau melegalkan kata-kata sekasar apa pun dilontarkan di depan publik. Stoplah sudah kata-kata yang mengumbar bibit-bibit kebencian, membakar amarah, memancing emosi, mendorong anarkisme, dan menebar provokasi. Hentikan kata-kata yang hanya memancing kericuhan dan bentrokan fisik dengan aparat atau pihak lain. Demikian juga dengan para pemimpin bangsa, hendaknya menjunjung etika berbahasa. Perilaku berbahasa pemimpin bangsa dan elite politik yang kerap menimbulkan perseteruan telah berpengaruh besar pada kehidupan masyarakat di kota.
Sikap itulah yang terbentuk dangan sendirinya dan terbukti masyarakat kota belum siap untuk bermoral kota.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar